Cepu Lebih Unggul ketimbang Blora

ini saya ambil dari koran suara merdeka yang ditulis oleh: Oleh Fakhruddin Aziz

MENDENGAR nama Blora, sekelebat yang terlintas dalam pikiran banyak orang tentu tidak akan jauh-jauh dari hutan jati yang konon berkualitas, kandungan minyak bumi yang melimpah, komunitas masyarakat samin, atau bahkan sastrawan kondang Pramoedya Ananta Toer.

Blora adalah sebuah kota kecil di ujung paling timur provinsi Jateng yang memang kaya akan sumber daya alam (SDA), tradisi dan budaya lokal, dan sarat dengan nilai-nilai sejarah. Tapi ada sebuah kota yang lebih terkenal dari itu. Ada kecamatan yang terletak di paling ujung timur dan berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Timur. Cepu.

Menyoal kecamatan yang satu ini, kita mungkin sepakat bahwa Cepu ternyata lebih kondang dibandingkan dengan kabupatennya sendiri, yakni Blora. Benarkah seperti itu?

Penulis atau juga Anda mungkin punya pengalaman tentang hal ini ketika berinteraksi dengan orang dari daerah lain, terlebih dari luar Jateng atau bahkan luar jawa.

Blora kurang terkenal. Jelas, pengalaman itu seperti itu sering terjadi. Penulis pernah dengan semangat menjelaskan sekaligus meluruskan ini dan itu tentang keadaan yang sebenarnya. Mungkin pembaca juga banyak yang mengalami pengalaman serupa.

Nama Cepu bisa lebih moncer dibandingkan Blora. Antara lain karena di sana terdapat kandungan minyak bumi yang melimpah sehingga anak SD pun banyak yang familiar dengan nama Cepu.

Itu tercatat dalam pelajaran Geografi. Ditambah lagi dengan keberadaan Blok Cepu yang sering diekspose oleh berbagai media massa baik cetak maupun elektronik, lokal maupun nasional.

Historiografi Cepu
Secara historis, seperti yang disebutkan dalam Wikipedia, nama Cepu sebenarnya juga sudah ada sejak zaman Panembahan Senopati (Raja Mataram I). Tepatnya saat terjadi perebutan puteri Madiun yang bernama Retno Dumilah. Konon, ada juga kisah penamaan Cepu diambil dari kisah Aria Penangsang, yakni saat pertempuran antara Jipang Panolan dan Pajang di pinggiran bengawan Solo.

Saat itu, ada seorang prajurit (versi lain mengatakan bahwa prajurit tersebut ternyata Aria Penangsang) yang tertancap tombak di pahanya. Dalam bahasa Jawa berarti ”nancep neng pupu”. Maka tersebutlah kata ”Cepu”.

Tidak hanya saat ini, nama Cepu ternyata juga merupakan salah satu daerah penting sejak zaman penjajahan karena kandungan minyak bumi dan kayu jati yang berkualitas.

Wajar jika saat ini kita masih bisa menjumpai bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang sarat dengan nilai-nilai historis, seperti Loji Klunthung, gedung pertemuan SOS Sasono Suko, kuburan londo, jalur kereta api yang menghubungkan Jatim dan Jateng lewat Cepu, dan bekas landasan pesawat terbang di Ngloram. Selain itu, saat ini beberapa instansi penting juga bercokol di sana, seperti PT Pertamina EP, Pusdiklat Migas, dan lain sebagainya.

Lebih Unggul
Dari sisi keramaian, kemajuan, dan kedinamisan, Cepu bisa dibilang sedikit lebih unggul dibandingkan dengan kota kabupatennya sendiri, Blora. Di Jantung kota Cepu, terdapat taman. Masyarakat setempat menjuluki sebagai ”Taman Seribu Lampu” (One Thousand Lamp Park).

Sebutan itu diberikan karena di sana ada lampu berjumlah cukup banyak. Tempat itu dijadikan oleh masyarakat Cepu sebagai ruang publik yang berfungsi sebagai sarana hiburan yang murah meriah dan selalu ramai dikunjungi warga terutama pada malam hari.

Dengan kondisi itu, tidak mengherankan pula jika perhelatan-perhelatan besar sering digelar di Cepu. Ditambah lagi, dari sisi geografis, Cepu juga sangat strategis karena menjadi persimpangan ke kota-kota sekitarnya seperti Ngawi, Tuban, Rembang, Bojonegoro, dan lainnya. Itu sangat memungkinkan pula jika Cepu dirintis menjadi kota perdagangan. Keramaian dan kedinamisan itu akan semakin kentara menyusul rencana operasi blok Cepu.

Popularitas Cepu itu memang sangat beralasan karena ditopang oleh SDM dan SDA yang memadai. Karena potensi itu pula, tidak berlebihan jika bargaining position masyarakat Cepu juga cukup kuat. Mereka juga cukup pede menyebutkan nama Cepu saja tanpa embel-embel Blora.

Hal itu cukup beralasan karena orang lain sudah sangat mafhum dan familiar dengan nama Cepu. Tidak mengherankan pula jika banyak organisasi atau komunitas-komunitas yang berbasis masyarakat Cepu merantau untuk bekerja atau menempuh studi di luar Blora atau di luar Jateng.

Popularitas Cepu yang melampaui Blora itu mirip dengan kabupaten tetangganya, Grobogan. Itu justru lebih populer dengan nama Purwodadi. Namun bedanya, Purwodadi merupakan ibu kota kabupaten, sedangkan Cepu tidak.

Lihat saja, klub sepak bola setempat juga memakai nama Purwodadi. Trayek bus juga menggunakan nama serupa. Di level yang lebih besar, ternyata nama Bali juga lebih populer dan familiar daripada nama Indonesia di telinga turis mancanegara.

Meskipun lebih populer daripada Blora, Cepu tetaplah menjadi bagian dari kabupaten Blora, baik secara geografis maupun administratif. Jadi kebanggaan Cepu merupakan kebanggaan kabupaten Blora juga.

Popularitas bukanlah segalanya. Yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat Blora tetap warek, waras, wasis, dan wilujeng, seperti slogan yang sering didengung-dengungkan. (80)

— Fakhruddin Aziz, warga Blora, mantan Ketua Kamaba (Keluarga Mahasiswa Blora Yogyakarta).

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes