Beningpost Kolom Mohammad Monib Mohammad Monib Kolomnis Tetap BeningPost Rasionalitas Anas Vs Mistifikasi Politik SBY


Dalam dua pekan ini terpaksa saya menulis kolom beraroma politik, bidang yang bukan disiplin yang saya dalami. Pekan lalu, tulisan saya arahkan pada prahara politik yang menimpa PKS. Partai yang doyan melakukan instrumentalisasi agama dalam mengelola fanatisme “konsumen”, kader dan untuk mendapat dukungan publik. Nah, kali ini untuk merespon SMS Pak SBY dari Mekah. Seperti kebiasaannya, bila dirundung masalah, Presiden RI akan curhat  dan kanalisasi. Seakan ia mau berbagi dan mencari solusi. Padahal, sangat baik bila yang dibagi-bagi itu serabi atau kue kesejahteraan kepada rakyat. Ya, Pak SBY memang rajin mengekspresikan rasa galau, keluhan dan perasaan halusnya (baca: cengengnya). Apa masih ampuh gaya awalnya itu dipakai? Sebab, sejak lama publik yang waras hati dan akal tahu, dia bukan the real president, bahkan belakangan ada guyonan negara autopilot. Dan, bola salju tidak simpati, alergi dan kegeraman rakyat sudah sedemikian menggumpal dan kental. Buktinya? Angka 8,3 % hasil survei SMRC itu. Elektabilitas partai anjlok.
Saya yakin, ada banyak faktor di balik anjloknya elektabilitas PD. Salah satunya tentu persepsi publik kepada partai yang dinilai munafik, tidak nyambungnya slogan “say no to corruption!" dengan fakta perilaku politisi dan kader-kader partai, dan tentu status Anas Urbaningrum yang abu-abu. Tapi, kinerja SBY sebagai pemimpin pemerintahan juga signifikan. Kenapa? Publik menilai, ia tidak bernyali, bukan problem solver dan lelet dalam urusan rakyat. Kok bisa? SBY memang lambat dalam merespon urusan rakyat. Lain halnya bila  urusan pribadi. Supercepat. Yang terakhir, urusan laporan pajak dan umbar isu Fuad Bawazier. Terasa, ia presiden untuk dirinya. Pemimpin untuk partainya. Bukan sebagai pemimpin rakyat dan presiden negara Indonesia.
Berkaitan SMS Pak SBY itu, beruntung kemarin sore saya nyampai di rumah jelang Maghrib. Saya bisa menikmati wawancara langsung Anggie dari TVOne, setelah itu Aviani Malik dari Metro TV dengan Mas Anas Urbaningrum. Dari sekian butir wawancara yang menarik saya adalah: ”Pak SBY itu, bagi saya sudah seperti kakak,” kata Ketum PD dengan bahasa yang tertata  bagus, dan kontrol emosi yang  terjaga elegan. “Bagaimana mungkin adik bersaing dengan kakaknya,” lanjutnya saat ditanya hubungan pribadinya dengan Pak SBY.  Bagian paling penting adalah pesan Anas kepada para petinggi partai yang dalam akun Twitternya, ia sebagai mereka sebagai Sengkuni. Kaum penghianat dan penjilat politik.
Bonie Hargen, pengamat politik dari UI, yang jadi komentator di Metro TV berkelakar, bahwa penjelasan Anas tentang konstitusi partai, AD/ART, prosedur KLB, proses impeachment di parlemen tidak ubahnya kuliah politik Ketum PD kepada Ketua Pembina PD, Sosilo Bambang Yudhoyono. Menurut Bonie, Anas jelas mengirim pesan kepada Presiden RI untuk taat asas dan tidak intervensi dan mendorong KPK merekayasa dirinya agar dijadikan tersangka tanpa cukup alat bukti.
 
MISTIFIKASI POLITIK SBY
Saya tertarik mengulas SMS Pak SBY kepada petinggi dan kader PD. SMS itu bagi saya dapat diulas dalam beberapa butir analisa. Pertama, politik sebagai seni mengelola dukungan untuk mencapai kuasa dan hasrat harta, biasanya juga untuk syahwat wanita. Politik, di mana-mana rasional, terukur dan dapat diprediksi. Berhadapan dengan masalah, para politisi sejatinya menghadapi dan mengelolanya secara rasional, bertumpu pada akal dan kalkulasi Sebab, politik itu angka dan data sosial-ekonomi dan kuasa. Mana kala ada langkah dan strategi kaum politisi keluar dari rasionalitas, dapat dinilai ia sudah tidak on the track.  Itulah mengapa, saya menilai SMS Pak SBY adalah mistifikasi politik. Apa itu mistifikasi? Saya memahaminya sebagai  perspektif dalam mengalihkan permasalahan politik yang nyata, rasional dan terukur menjadi persoalan yang kabur, mitos, penuh misteri, khurafat atau tahayul.
Kedua, secara agama, berdoa apalagi di tempat yang diyakini ruang mustajab seperti di sekeliling Kabah atau Raudhah, dekat makam Rasulullah, jelas sangat beralasan. Tapi, dalam literature politik, SMS Pak SBY dikatakan mistis, tidak rasional, tidak terukur dan susah diamati dengan mata telanjang. Istilah populer itu ya mistifikasi. Bagaimana tidak mistis, bila penyelesaian kemelut dan prahara politik, solusinya setelah ada wangsit, petunjuk alam ghaib. Politik itu rasional dan kalkulatif-logis. Sementara doa itu wilayah iman. Saya bisa memahami, Pak SBY sudah mentok. Wajar bila lari ke doa.  Ia muslim yang baik. Hanya Tuhan yang bisa menolongnya.  
Ketiga, dalam SMS, SBY menceritakan dirinya berdoa, juga minta para kader PD melakukan hal yang sama. Ia sedang mengundang Tuhan ikut terlibat dalam masalah yang dihadapinya. Ia meminta Tuhan terlibat membebaskan PD dari terpaan cobaan berat. Lha, yang bikin ulah, khianat nilai-nilai kebenaran dan menikmati sedapnya uang itu segelintir kader, kok ngundang Tuhan menyelesaikannya? Bukankah Tuhan sudah memberikan akal dan potensi kepada mereka untuk mengelola urusan politik yang rasional, logis dan acapkali penuh intrik dan kotor itu? Mereka sendiri yang buat iklan dan model “Katakan Tidak pada Korupsi”. Lalu, mereka sendiri yang kongkalikong dan patgulipat uang rakyat.  Jelas-jelas mereka yang khianat, amoral, tidak jujur, jadi maling uang rakyat!
Keempat, saat wawacara, Anas menyinggung “solusi yang tepat, bijak dan bermartabat” dalam SMS SBY. Anas mengirim sinyal kepada SBY untuk tidak gegabah mendorong, misalnya KLB. Anas hafal SBY itu sangat konstitusional dan hati-hati. Tapi, ingat, pengendali mesin partai dari tingkat DPP/DPW/DPC itu Anas. Bagaimana KLB dilaksanakan bila mereka tidak memintanya? Hal lain, Anas diduga kuat punya kartu bargaining dan rahasia tinggi tinggi. Tentang apa? Kebetulan saya baca “Bukan Tanda Jasa” biografi Pak Nazaruddin Sjamsuddin, mantan Ketua KPU 1999-2004. Buku itu bicara banyak tentang legalitas proses politik itu. Akhirnya, karena rekayasa dan intrik politik Pak Nazar dipenjara. Memang dilematis bagi SBY. Siapa yang bisa ia pandang cakap, kapabel dan bisa menggaransi dirinya pasca 2014?Berharap pada Ibas, ia belum “akil-baligh”untuk duduk di kursi Ketum PD? Andi Mallarangeng, sang putra mahkota Cikeas sudah tersangka. Marzuki Alie bukan pilihan. Apalagi melirik Ruhut Sitompul. Si Poltak itu hanya layak sebagai ketua paguyuban dan fans club SBY.
Sudah tiga kali kursi Anas Urbaningrum digoyang. Mantan Ketua Umum PB HMI ini memang luar biasa.  Kita masih ingat, saat politisi PD gerah atas serangan Nazaruddin,  mantan bendahara partai, Anas justru nobar bola di sebuah kafe. Saat anggota Dewan Kehormatan PD sibuk dan berpikir keras menjatuhkannya, sambil bersarung ala kaum Nahdliyin, Anas cengar-cengir dan dengan innocent face-nya santai melayani dua reporter cantik dari TVOne dan Metro TV. Anas memang logis, dingin dan mantap. Sudah lama ia bekerja, konsolidasi dan bekerja cerdas di PD. Bagaimana ending hingar-bingar partai yang pernah jadi the rising star ini? Seperti publik aware kebiasaan Pak SBY, akan terjadi antiklimaks. Anas dan seluruh kader diminta terus konslidasi dan menata integritas PD kembali sampai 2014. Keduanya tetap di kursi masing sampai tuntas masa kerjanya. Itulah maksud dari solusi yang tepat, bijak dan bermartabat. Siapa tahu begitu?!

Diduetkan dengan Aceng Fikri, Rhoma Tersenyum


Penyanyi dangdut Rhoma Irama mengklaim selalu mengikuti perkembangan media sosial. Karena itu dia tahu dirinya sering menjadi bahan guyonan. Apalagi setelah dia menyatakan bersedia maju menjadi calon persiden untuk Pemilu 2014.  Ada saja  plesetan-plesetan lain yang diunggah oleh pengguna Facebook atau Twitter.  Misalnya lagu kebangsaan Indonesia Raya akan diubah menjadi Ani, TNI diubah menjadi ABRI, serta susunan kabinet Rhoma versi pengguna media sosial.

Guyonan terbaru adalah tentang pencalonannya yang diduetkan dengan Bupati Garut Aceng H.M. Fikri,  lengkap dengan rekayasa foto bertuliskan "Roceng". Nama Aceng belakangan ini mencuat setelah dia menceraikan Fanny Octora yang baru dinikahi empat hari. Proses penceraian hanya dilakukan melalui pesan singkat.

Meski isi media sosial tersebut bernada menghina, Rhoma mengatakan tidak terusik. Ia juga tidak berniat memperkarakannya ke jalur hukum, meskipun materi bahan olok-olok itu bisa dikategorikan melanggar undang-undang Informasi dan transaksi elektronik. "Saya tersenyum saja," kata Rhoma saat ditemui di Rumah Makan Tempo Doeloe, Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, semalam, 7 Desember 2012.

Menurut Rhoma, hinaan, hujatan, ejekan, cercaan, dan cemoohan adalah sesuatu yang biasa dalam perjuangan. Bahkan, menurut dia, Nabi Muhammad yang telah wafat lebih dari seribu tahun saja masih ada yang menghujat. "Saya ikhlas, Insya Allah malah menjadi vitamin dalam perjuangan saya," kata lelaki  yang mendapat julukan Raja Dangdut ini.

Rhoma menambahkan, pro-kontra terkiat pencalonannya itu dianggap sebagai sunatullah. Baginya, tidak mungkin semua orang suka  dengan pencalonannya itu. "Kepada yang tidak suka kepada saya, saya justru akan menyenangkan hati mereka," ujar Rhoma.

 

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes