Antasari ibarat Karna Tanding

Antasari ibarat Karna Tanding

Tulisan ini bukan untuk membela Ketua non-aktif KPK Antasari Azhar karena tersangkut kasus kriminal. Tetapi untuk mengimbangi pendapat yang mempertanyakan atau meragukan bersih tidaknya seorang Antasari di masa lalu dan keterpilihannya sebagai ketua KPK di Komisi III DPR RI dua tahun lalu.

Pikiran saya pun lantas teranalogikan oleh lakon wayang Bharatayuda pada episode Karna Tanding yang mengisahkan semangat pengorbanan terhadap kezaliman yang mapan dan kronis.

Adalah ksatria bernama Basukarna atau Karna seorang adipati di Kerajaan Astina dan berjuluk Senapati ing Awangga. Dia besar di tengah sistem pemerintahan culas-krasi.

Artinya, makin culas seseorang makin mengkilap karier kekuasaannya. Ini terbukti pada Sengkuni yang berhasil menduduki jabatan patih karena keahliannya dalam berculas-ria sehingga sengkuni-isme pun menjadi trendslater / mempribadi pada para pejabat penting di Astina, termasuk sang adipati.

Namun seiring waktu, dia yang sesungguhnya keturunan dewa dan kakak pertama dari lima bersaudara Pandawa (penguasa Kerajaan Amarta yang menerapkan pemerintahan jujur-krasi), akhirnya toh muncul sifat luhurnya ,yaitu ingin memberangus kezaliman Astina secara revolusioner (cepat dan menyeluruh).

Meskipun secara fisik dia harus berpihak pada Kurawa (penguasa Astina). Namun sebenarnya secara batin berpihak kepada Pandawa. Ini terlontar dalam dialog saat berpamitan dengan Ibunda Kurthi Nalibroto dan Arjuna (adik yang kelak akan membunuhnya).

Bahkan dalam satu pentas wayang yang saya tonton, sang dalang menyatakan sebenarnya Karna telah tahu bahwa dia akan gugur di tangan sang adik. Tetapi hanya itu satu-satunya jalan untuk berdarma bakti kepada kebenaran dan kemuliaan hidup yang lama dirinduinya, sekaligus menjadikannya sebagai momen pertaubatan yang gagah. Dia justru menyemangati sang adik agar tidak ragu untuk bertempur melawannya.

Terkutukkah atau terpujikah balada sang adipati? Yang pasti dia telah berupaya memberi arti bagi sebuah perubahan ke arah perbaikan meski baru ditebus di ujung usianya.

Demikian halnya dengan Antasari Azhar sebagai produk sistem pemerintahan KKN-krasi akan sangat mungkin punya masa lalu yang kurang bersih. Pertanyaan jujurnya, mungkinkah ada pejabat produk Orde Baru yang benar-benar jujur dan bersih untuk menjadi Ketua KPK?

Mengingat rata-rata dari mereka telah menganggap KKN (korupsi kolusi dan nepotisme) sebagai ideologi tidak tertulis dalam mengelola negara. Apa pun yang nanti menjadi keputusan final terhadap pribadi Antasari Azhar, kita toh patut berterima kasih karena dia salah satu anak bangsa yang telah memberikan pencerahan luar biasa terang bahwa korupsi bukanlah hal sakral, apalagi disakralkan.

Melainkan untuk diberantas. Kita jadi makin paham apa dan siapa yang mengadang institusi pemberantasan korupsi.

Semoga apa yang dialami Antasari justru mendorong KPK lebih gigih dalam menggilas koruptor hingga tercapai keadaan. Antikorupsi telah menjadi grand design pengelolaan negara, semoga dan semoga. Salam Indonesia!

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes